logo

EduBocil

Masuk Kategori Rentan, Strategi Pendidikan Anti Kekerasan Terhadap Anak Usia Dini Diperlukan

Masuk Kategori Rentan, Strategi Pendidikan Anti Kekerasan Terhadap Anak Usia Dini Diperlukan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. (KemenPPPA)
Redaksi, EduBocil17 Januari, 2023 16:09 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Penyusunan strategi dalam memberikan pendidikan anti kekerasan terhadap anak usia dini dinilai penting karena anak termasuk dalam kelompok yang rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi.

Demikianlah catatan penting yang disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam Webinar dan Workshop Pendidikan Anti Kekerasan di Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), secara daring Minggu (15/1/2023).

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada Januari-November 2022 terdapat 1.664 anak berusia kurang dari 6 tahun yang menjadi korban kekerasan.

"Melihat data tersebut, hal ini memerlukan dukungan berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pencegahan kekerasan terhadap anak,” ujar dia seperti yang dilansir dari laman KemenPPPA, Selasa (17/01/ 2023).

Menurut Bintang, guru dan orang tua dapat mensosialisasikan nilai-nilai anti kekerasan pada anak usia dini dengan berbagai cara, seperti bercerita atau mendongeng, melalui alat permainan, maupun melalui musik. Penggunaan berbagai metode yang ada dapat membentuk kepribadian maupun perkembangan emosi anak, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.

Dalam hal penanganan, lanjut dia, pihaknya telah menyediakan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) sebagai layanan pengaduan dan perlindungan bagi perempuan dan anak.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menegaskan, satuan PAUD harus menjadi lingkungan belajar yang menyenangkan, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan.

“Sejak pertama kali kami meluncurkan Merdeka Belajar, saya menekankan bahwa sistem kita harus bebas dari 3 dosa besar, meliputi perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual,” kata dia.

Nadiem menerangkan, kekerasan di lingkungan pendidikan menjadi perhatian utama Kemendikbudristek, mengingat hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap proses belajar anak.

“Anak-anak yang mengalami kekerasan mengalami trauma berkepanjangan. Akibatnya mereka takut pergi ke sekolah, tidak semangat belajar, dan pada akhirnya kehilangan kesempatan untuk menggapai cita-citanya,” ujar dia.

Menurut Nadiem, pihaknya terus mendorong pencegahan dan penanganan 3 dosa besar melalui kampanye edukasi anti kekerasan serta penegakan hukum.

“Pada 2022 kami menangani 6 kasus 3 dosa besar di sejumlah sekolah. Jumlah ini tentunya masih sangat sedikit dibandingkan dengan kasus kekerasan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini, saya membutuhkan kolaborasi kita semua untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” tutur Nadiem.

Di sisi lain, Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito menyebutkan, pendidikan anti kekerasan di satuan PAUD harus menjadi komitmen bersama seluruh pihak sebagai upaya menyiapkan generasi emas.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2022, kurang lebih 11,21 pensen penduduk Indonesia berusia 0 sampai 6 tahun dan ini adalah usia emas yang tentunya hak-hak anak harus terpenuhi, sehingga risiko kerentanan anak masuk ke dalam kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK) akan menurun,” jelas Warsito.

Warsito menerangkan beberapa bentuk kekerasan terhadap anak, seperti eksploitasi ekonomi; eksploitasi seksual; anak menjadi korban pornografi; korban penculikan; dan lain sebagainya.

“Ini semua tentu menjadi bagian konsentrasi dan komitmen kita bersama, sehingga kekerasan baik secara fisik maupun psikis terhadap anak bisa kita hindari karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa kita semua, baik Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua bertanggung jawab atas perlindungan anak,” pungkas dia. (K. Setia Widodo/*)

Read Next