logo

Art

Meriahnya Gelaran Wayang Dakwah di Dukuh Butuh Klaten

Meriahnya Gelaran Wayang Dakwah di Dukuh Butuh Klaten
Pementasan wayang dakwah lakon Sang Pemuda Hebat oleh dalang Dr. KH. Sri Setyo di Dukuh Butuh, Sidowarno, Wonosari, Klaten dalam rangka ulang tahun ketujuh Trah Butuh, Sabtu (7/1/2023) malam. (Eduwara/K.Setia Widodo)
Redaksi, Art09 Januari, 2023 16:22 WIB

Eduwara.com, KLATEN – Halaman Masjid Syafa'at tak seperti biasanya. Tikar-tikar memanjang rapi, kawula muda saling bahu-membahu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Di joglo, seperangkat gamelan tertata dan wayang kulit sudah menunggu tangan sang dalang.

Terang lampu blencong menyinari tiga wayang kayon yang sudah tertancap. Sementara itu, di sebelah barat masjid, puluhan stan bazar ramai oleh pengunjung dari berbagai kalangan usia.

Malam kemudian berlanjut, ratusan masyarakat memadati tempat itu. Mereka dengan cepat duduk di tikar, bersenda gurau, serta saling sapa. Wayang pun bertemu dengan sang dalang, para warga hidmat melihat dan mendengar wejangan-wejangan dari sang dalang.

Demikianlah suasana di Dukuh Butuh, Sidowarno, Wonosari, Klaten pada Sabtu (7/1/2023) malam. Pada malam itu, para pemuda Trah Butuh tengah menyelenggarakan Ulang Tahun Ke-7 dengan menggelar Wayang Dakwah dan Bazar.

Ketua Pelaksana Pagelaran Wayang Dakwah Agung Nugroho mengatakan sebelum pagelaran, pihaknya telah mengadakan santunan anak yatim piatu, difabel, dan jompo.

"Untuk santunan sudah terealisasi pada Jumat malam. Kali ini pun tak hanya wayang dakwah, tapi kami berkolaborasi dengan organisasi dan RT. Kebetulan di RT 24 ada Punakawan yang mana dari desain, make up, dan kostumnya buatan sendiri. Dari Kampung Berseri Astra (KBA) pun membuka stan di sini," ujar dia ketika diwawancarai Eduwara.com, Sabtu (7/1/2023) malam di sela-sela acara.

Agung menambahkan, acara tersebut menjadi titik awal pemuda Trah Butuh untuk bisa menyelenggarakan acara-acara semacam itu secara mandiri di tahun-tahun berikutnya. Lebih lanjut, pagelaran wayang juga tak lepas dari Dukuh Butuh yang menjadi kampung wayang.

"Wayang sudah menjadi ikon Dukuh Butuh. Hal ini menurut saya sudah menjadi kearifan lokal kampung saya dan wayang inilah yang ingin kami angkat," tegas dia yang juga ketua Trah Butuh itu.

Menurut Agung, para warga terlihat sangat antusias. Terlebih lagi selama dua tahun tidak diselenggarakan mengingat adanya pandemi Covid-19. Oleh karena itu, penyelenggaraan tahun ini menjadi tonggak awal dalam menghadapi tahun 2023.

Sementara itu, Kepala Desa Sidowarno Joko Sumarno mengapresiasi acara tersebut. Dia menilai pemuda Trah Butuh bisa menjadi contoh di wilayah yang lain di Desa Sidowarno.

"Adanya trah ini menjadi wujud nyata dan kebersamaan antara lingkungan dan desa. Pagelaran wayang dakwah pun mengambil lakon Sang Pemuda Hebat. Jika dikaitkan dengan regenerasi terkait wayang yang sudah menjadi ciri khas Butuh, saya tidak ada kekhawatiran akan hal tersebut," jelas dia.

Seperti yang disampaikan Kepala Desa, pagelaran wayang mengambil lakon Sang Pemuda Hebat. Menurut penuturan sang dalang yakni Dr. Sri Setyo, lakon dipilih secara khusus karena yang menyelenggarakan yaitu Trah Butuh yang semuanya adalah pemuda.

"Saya sengaja memilih cerita ini karena yang menyelenggarakan ialah generasi muda Trah Butuh yang masih peduli dengan lingkungan dan budaya," kata dia kepada Eduwara.com, Senin (9/1/2023) melalui saluran telepon Whatsapp.

Bagi Sri Setyo, lakon tersebut penting dibawakan dikarenakan adanya dampak-dampak negatif dari kemajuan jaman yang bisa mengurangi nilai-nilai budi pekerti pada generasi muda. Kemudian, lakon Sang Pemuda Hebat juga mecerminkan bahwa generasi muda harus berlomba-lomba dalam kebaikan.

"Jadi yang ditonjolkan adalah prestasi dan loyalitas. Selain itu juga perbuatan yang baik atau tidak tercela. Kalau di agama, seorang pemuda harus mencontoh sifat-sifat Rasulullah," tukas dia.

Melalui lakon tersebut, sambung Sri Setyo, pesan yang ingin disampaikan ialah para pemuda jangan sampai lepas dari agama. Selanjutnya bisa mengimplementasikan sumpah pemuda, menghargai perbedaan dan keberagaman, dan yang paling penting adalah moderasi dalam beragama.

"Walaupun sudah maju, kita beragama jangan sampai tidak berbudaya. Begitupun sebaliknya. Selain itu, juga terus konsisten dalam bekerja keras, cerdas, dan ikhlas untuk lingkungan sekitar kita," pungkas dia. (K. Setia Widodo)

Read Next