logo

Sekolah Kita

Orang Tua Berperan Besar Cegah Perkawinan Usia Anak

Orang Tua Berperan Besar Cegah Perkawinan Usia Anak
Psikolog Anak, Fania Kusharyani dalam Webinar Nasional Isu Perkawinan Anak: Kapan Usia Kawin Anak yang Berisiko?, Sabtu (23/4/2022). (Istimewa)
Redaksi, Sekolah Kita25 April, 2022 14:39 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Peran orang tua dalam mencegah terjadinya perkawinan usia anak sangat penting dalam menentukan masa depan anak.

Hal tersebut disampaikan Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Rohika Kurniadi Sari dalam Webinar Nasional bertajuk Isu Perkawinan Anak: Kapan Usia Kawin Anak yang Berisiko?, Sabtu (23/4/2022) melalui Zoom dan siaran langsung Youtube KemenPPPA.

Dalam kesempatan itu, Rohika menghimbau kepada para orang tua untuk mengambil peran lebih besar dalam mencegah perkawinan anak melalui edukasi dan komunikasi kepada anak, keluarga, dan lingkungan agar dapat menikahkan anak di usia yang tepat.

 “Isu perkawinan anak harus kita putus mata rantainya bersama. Kesiapan menjadi penting, khususnya melalui usia yang menggambarkan kesiapan menikah. Seperti dalam hal mempunyai pengetahuan yang baik dan kemampuan dalam mengakses, berpartisipasi, dan dapat mengambil keputusan," kata dia seperti siaran pers yang dilansir Eduwara.com, Senin (25/4/2022) dari laman resmi KemenPPPA.

Menikah, sambung Rohika, bukan sebatas romantisme belaka, tapi harus punya kemampuan untuk menjalani kehidupan. Maka dari itu, orang tua memiliki peran yang besar dalam mempersiapkan hal tersebut. Hal itu sesuai dengan arahan Presiden terkait Peran Ibu dan Keluarga dalam Pendidikan dan Pengasuhan Anak.

Sementara itu, Psikolog Anak Fania Kusharyani memaparkan usia minimal menikah menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. 

Penetapan usia tersebut didasarkan pada kondisi fisik perempuan yang sudah berkembang dengan baik untuk mengandung bayi dan melahirkan. Adapun, usia 25 tahun bagi laki-laki adalah ketika pre frontal cortex atau bagian depan otak sudah matang dan dapat mengambil keputusan dengan baik. 

“Peran orang tua memberikan bimbingan, pengetahuan, dan memenuhi kebutuhan anak sangat penting dalam isu perkawinan anak. Dalam memberikan gambaran atau pemahaman mengenai pernikahan, orang tua berperan sebagai contoh dalam bersikap, beribadah, dan menjalani kehidupan," ujar dia.

Fania melanjutkan, peran serta orang tua sebagai teman juga penting dilaksanakan agar remaja nyaman bercerita dan terbuka, dan akhirnya orang tua tidak ragu memberikan bimbingan terkait perkawinan anak. 

Orang tua juga berperan sebagai konselor dalam memberikan gambaran mengenai nilai baik dan buruk dalam kehidupan. Maka dari itu menjalin komunikasi hangat dan terbuka dengan anak merupakan hal yang sangat penting. 

Beberapa faktor kesiapan menikah yang perlu diperhatikan oleh orang tua diantaranya kesiapan fisik, kesiapan mental untuk menangani konflik, mengelola emosi dan mengambil peran, serta kesiapan finansial yakni mandiri dalam hal keuangan. 

“Perkawinan usia dini berdampak negatif, baik dari sisi medis maupun psikologis. Oleh karenanya, diperlukan kesiapan dari berbagai aspek kehidupan untuk dapat menjalani perkawinan. Peran orang tua sangat krusial agar anak dapat memutuskan waktu yang tepat bagi mereka untuk memasuki kehidupan perkawinan,” tutup Fania. (K. Setia Widodo)

Read Next