logo

Sekolah Kita

Soal Kasus Pemaksaan Pakai Jilbab, Guru dan Orang Tua Siswa Sepakat Damai

Soal Kasus Pemaksaan Pakai Jilbab, Guru dan Orang Tua Siswa Sepakat Damai
Ilustrasi. Soal Kasus Pemaksaan Pakai Jilbab, Guru dan Orang Tua Siswa Sepakat Damai (freepik.com)
Setyono, Sekolah Kita10 Agustus, 2022 15:48 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Difasilitasi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta, guru dan orang tua dari siswi yang mengalami pemaksaan pemakaian jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, sepakat berdamai.

Meskipun demikian, proses ini tidak menghentikan sanksi pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil bagi Kepala Sekolah, dua guru Bimbingan Konseling, dan wali kelas terkait.

Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya, Rabu (10/8/2022), mengatakan proses rekonsiliasi antara guru dan orang tua ini menjadi rekomendasi dari Tim Satgas penanganan dugaan pemaksaan jilbab bentukan Pemda DIY.

Dalam proses itu, kedua belah pihak yaitu sekolah dan orang tua siswa sepakat saling memaafkan dan menutup permasalahan secara kekeluargaan. Disdikpora berharap siswi tersebut tetap melanjutkan pendidikan di SMAN I Banguntapan agar menjadi bukti perbaikan sistem di sekolah tersebut.

"Namun demikian jika siswa tersebut menghendaki tidak bersekolah di SMAN I Banguntapan dan ingin bersekolah di tempat yang lain atas permintaan sendiri, orang tua, dan psikolog pendamping, [kami] akan memfasilitasi," ucap Didik.

Terkait dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan para guru, Didik menegaskan pihak sekolah terutama kepala sekolah sebagai penanggung jawab telah melakukan kebijakan yang bertentangan dengan Permendikbud nomor 45 tahun 2014 tentang Seragam Sekolah.

Timnya, kata Didik, menemukan fakta cukup banyak, namun tidak bisa disampaikan secara utuh. Salah satunya adalah pelanggaran penjualan seragam oleh sekolah yang dalam ketentuannya tidak sesuai aturan.

Dalam penjualan paket seragam, pihak sekolah memasukkan jilbab sebagai komponen yang wajib di beli siswa. Ini membuktikan pihak sekolah mendorong semua siswi muslim disarankan memakai jilbab.

"Jadi pelanggarannya tidak memberi ruang atau pilihan kepada siswi untuk menggunakan atau tidak menggunakan jilbab," tegas Didik.

Terkait dengan dugaan pemaksaan jilbab, Didik mengungkapkan dari rekaman kamera pengawas paksaan itu belum bisa dibuktikan karena tidak adanya suara yang terdengar. Kondisi ini juga diperkuat dengan belum berkenannya siswi yang menjadi korban untuk diminta keterangan.

Didik mengatakan pihaknya belum bisa menentukan terjadinya pemaksaan karena tidak adanya suara dalam hasil rekaman.

"Karenanya, kami meminta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk menentukan benar tidaknya terjadi pemaksaan dan sanksi apa yang nanti diberikan. Untuk menjaga objektivitas penyelidikan, keempat orang guru kami dibebastugaskan sementara sampai ada sanksi dikenakan," katanya.

Terkait dengan hukuman disiplin, Tim Pembinaan Disiplin Aparatur Sipil Negara dan Tenaga Bantu di Lingkungan Pemda DIY akan mempelajari dan merekomendasikan hukuman yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebagai antisipasi kasus ini agar tidak terulang lagi, Disdikpora akan membentuk Satgas penanganan kekerasan lintas sektoral di unit pendidikan serta mengevaluasi seluruh tata tertib yang diberlakukan di sekolah agar tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Sementara itu, Kepala SMAN I Banguntapan Agung Istianto berharap pasca-rekonsiliansi dengan keluarga siswi, pihaknya berharap proses belajar mengajar di sekolahnya kembali tenang.

"Kami sudah berbaikan dengan keluarga. Soal sanksi dari BKD, kami serahkan ke kepala dinas sebagai bapak kami, karena itu yang terbaik bagi kami. Nyuwun ngapunten, nyuwun ngapunten," ucap Agung bergegas pergi.

Read Next