EduBocil
15 April, 2022 09:15 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, JAKARTA – Salah satu komponen penting dalam Kurikulum Merdeka di satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah Asesmen Otentik, yakni hasil observasi fakta yang didapat tenaga pendidik terhadap muridnya.
Fakta-fakta tersebut tentu berasal dari pengamatan terhadap anak ketika melakukan kegiatan bermain belajar di satuan PAUD masing-masing didukung dokumentasi-dokumentasi lengkap baik berupa catatan, foto, maupun video.
Hal ini disampaikan Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Kemdikbudristek, Dr. Muhammad Hasbi dalam Webinar PAUDPEDIA #2: Asesmen Otentik dalam Pendidikan Anak Usia Dini, Kamis (14/4/2022). Webinar tersebut diselenggarakan melalui Zoom dan siaran langsung Youtube PAUDPEDIA.
“Dalam melaksanakan asesmen otentik pendidik harus memahami bahwa seluruh kegiatan bermain belajar memiliki kebermaknaan terhadap perkembangan anak, sehingga guru dapat melakukan pengamatan dan memberi dukungan yang tepat bagi setiap anak,” lanjut dia.
Hasbi berpesan, pendidik perlu memberikan stimulasi yang tepat dalam praktik pembelajaran di satuan PAUD guna dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Anak-anak yang menikuti PAUD akan memiliki bekal pencapaian dalam kemampuan-kemampuan dasar, sehingga lebih siap mengikuti proses pendidikan lanjutan dan menjalani kehidupan ke depan.
Hasil asesmen tersebut menjadi dasar pendidik berkomunikasi dengan orang tua, sehingga terjadi kesinambungan stimulasi bermain belajar bagi anak baik di satuan pendidikan maupun lingkungan rumah masing-masing.
Senior Early Childhood Education & Development Specialist Tanoto Foundation Fitriana Herarti menuturkan asesmen memiliki beberapa fungsi, antara lain asesmen untuk pembelajaran dan asesmen sebagai pembelajaran. Setiap anak merupakan unik dan mempunyai cara belajar yang berbeda-beda.
“Berbicara asesmen untuk pembelajaran, harus dipahami sebagai paradigma baru. Misalnya ketika belajar tema tertentu, kita tidak akan terpaku pada lembar kerja siswa karena pekerjaan yang diberikan kepada siswa tetap sama walaupun dengan cara belajar berbeda. Dengan konteks tersebut, kita bisa mengenali cara belajar dan berproses, sedangkan asesmen sebagai pembelajaran menjadikan anak didik terlibat dalam mengukur dan menilai kemampuannya,” kata dia.
Prinsip terpenting dari asesmen, tambahnya, bukan untuk menilai dan menghakimi kemampuan anak, melainkan untuk melihat fakta pada tahapan perkembangan anak. Kemudian fakta tersebut digunakan membuat rencana pembelajaran untuk masing-masing anak.
“Jadi bukan untuk menilai, memasukkan anak pada kelompok tertentu. Apalagi sampai ada peringkat 1, 2, 3, sampai 15. Dengan asumsi peringkat 15 biasanya paling bodoh. Hal ini selain bisa men-judge konsep belajar, konsep diri anak, juga sangat berbahaya,” tegasnya.
Lebih lanjut, hasil atau laporan asesmen bukan skenario yang Panjang, melainkan gambaran keunikan, informasi karakter, kompetensi yang telah dicapai, serta strategi tindak lanjutnya. Hasil asesmen bisa digunakan peserta didik, guru, tenaga kependidikan, maupun orang tua sebagai refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran. (K. Setia Widodo)
Bagikan