BEM KM UMY Bahas Diskriminasi Perempuan Indonesia yang Problematik

08 Maret, 2022 20:22 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

08032022-UMY BEM Talks Gender Equality.JPG
Para narasumber dan peserta seusai Diskusi bertema ‘Perempuan dalam Belenggu’ di Kampus UMY, Senin (7/3/2022). Diskusi ini diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (UMY) lewat agenda BEM TALK'S. (EDUWARA/Humas UMY)

Eduwara.com, JOGJA – Bertema 'Perempuan Dalam Belenggu', di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) para aktivis menyatakan kasus kekerasan dan diskriminasi perempuan di Indonesia masih menjadi hal problematik yang marak diperbincangkan.

Diskusi ini diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa - Keluarga Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (BEM KM UMY) lewat agenda BEM TALK'S. Acara diselenggarakan secara hybrid pada Senin (7/3/2022).

Narasumber dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Raudatul Jannah menyatakan seharusnya perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Namun yang terjadi sampai saat ini budaya patriarki masih terjadi di Indonesia dan perempuan sering mengalami sexual abuse in women.

"Dilihat pada kondisi saat ini, kekerasan seksual terhadap perempuan yang masih dominan terjadi di Indonesia, baik di ranah domestik maupun diluar ranah domestik," jelasnya dalam rilis Selasa (8/3/2022).

Raudatul memberikan gambaran pada konflik tanah di Desa Wadas, Purworejo Jawa Tengah. Di sana banyak sekali perempuan dan anak yang mengalami trauma mendalam akibat tindak represifitas dari aparat.

"Kasus ini begitu berdampak traumatis sangat mendalam bagi perempuan dan anak sehingga mereka merasa tidak nyaman dan dapat menghambat aktivitas warga Wadas," katanya.

Dari dampak tersebut, banyak aktivis perempuan turut ikut serta menyuarakan perjuangan dan turun ke jalan. Ini membuktikan negara yang tidak tegas untuk mengurusi kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap hak perempuan.

Anggota Lembaga Rifka Annisa Siti Darmawati, menyatakan pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia disebabkan permasalahan pada kesetaraan gender.

"Ketidakadilan gender terjadi karena ada marginalisasi perempuan, subordinasi di ranah politik, stereotipe, beban ganda, dan kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan berupa fisik, psikis, seksual, ekonomi dan banyak lagi," paparnya.

Kekerasan berbasis gender ini sering kali menggunakan tubuh perempuan sebagai posisi tawar secara online. Hal ini menciptakan pola pikir tidak adanya korelasi antara pemahaman yang bagus dan pengetahuan tentang perempuan.

Dosen Hubungan Internasional UMY Nur Azizah menambahkan bukti nyata belum terealisasinya kesetaraan gender dapat dilihat dari diskriminasi pekerjaan, dan stigma pemikiran bahwa pemimpin itu harus laki-laki.

"Gender quality index Indonesia pada 2021, jika ditelaah masih perlu kebijakan yang mengarahkan kesetaraan gender. Contohnya dilihat pada regulasi di Indonesia tentang kekerasan seksual belum sesuai dengan implementasinya," katanya.

Karena itu, menurunya, diperlukan penekanan pentingnya pemahaman kesetaraan gender dalam regulasi maupun implementasinya.