Pakar Universitas Brawijaya: Kepala Daerah Koruptor Bermental Miskin

10 Januari, 2022 06:39 WIB

Penulis:Fathul Muin

Editor:Bunga NurSY

IMG-20220107-WA0037 (1).jpg
Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Abdul Aziz SR. (Istimewa)

Eduwara.com, MALANG— Akademisi Universitas Brawijaya menilai kepala daerah yang korupsi merupakan orang-orang yang bermental miskin.

Hal itu diungkapkan Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya Abdul Aziz terkait dengan maraknya kepala daerah terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Dia menilai kepala daerah yang korupsi dan sebagian ada yang terkena OTT KPK merupakan  kepala daerah yang bermental miskin. "Jadi hobinya meminta dan selalu ingin mengambil sesuatu yang bukan haknya, bukan miliknya," ucapnya, Minggu (9/1/2022).

Terbaru, kepala daerah yang terkena OTT KPK, yakni Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Pada Kamis (6/1/2022) kemarin KPK merilis 9 orang yang jadi tersangka dengan barang bukti sejumlah uang yang mencapai Rp5,7 miliar.

Aziz yang alumni program Doktor Universitas Indonesia menganggap, mahalnya biaya Pilkada yang harus ditanggung kandidat juga menjadi salah satu alasan kenapa praktik korupsi masih terjadi.

"Setelah terpilih, setidaknya ada dua hal yang dilakukan kepala daerah. Pertama, mengembalikan modal, biasanya dengan merekayasa kebijakan dan program pembangunan daerah. Ada juga yang bekerjasama dengan pemilik modal [berkolusi] dan mengambil keuntungan di situ," katanya.

Kemudian, kata dia, mereka mengumpulkan uang untuk maju lagi pada periode berikut untuk diri sendiri serta keluarga dan untuk orang-orang yang selama proses pilkada berjasa kepadanya.

Penulis buku berjudul Ekonomi Politik Monopoli ini juga menganggap partai politik tidak sungguh-sungguh mencari dan mempromosikan kader atau orang-orang terbaik untuk posisi kepala daerah.

Partai politik, dia menilai, lebih bersandar pada kemampuan finansial dan tingkat popularitas seorang kandidat. Hampir tidak pernah melihat variabel kualitas dan rekam jejak seseorang. Banyak sekali kepala daerah dari sisi kualitas tidak layak. Bahkan tidak sedikit urakan

"Lemahnya kontrol civil society dan hancurnya penegakan hukum membuat kepala daerah merasa tidak takut melakukan korupsi," ujarnya.

Abdul Aziz menyatakan kepala daerah yang melakukan korupsi sesungguhnya rata-rata lebih sibuk mengurus diri sendiri. Kesibukan buruk seperti itu turut menenggelamkannya dalam hasrat untuk mencuri APBD.

Dia juga menyoroti pendidikan yang saat ini tidak mengajarkan manusia Indonesia bersikap jujur dan menjauhi korupsi. Bahkan orang tua serta lembaga-lembaga pendidikan mempertontonkan perilaku korup kepada anak-anak sejak kecil.

"Contoh orang tua bersedia membayar mahal agar anaknya diterima di sekolah tertentu. Si anak tahu transaksi itu dan itu kemudian menjadi pengetahuan dan pengalaman si anak," tegasnya.