Art
28 Maret, 2022 00:51 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Berbagai cara ditempuh para seniman pemerhati wayang untuk melestarikan dan menyosialisasikan karya budaya besar ini. Di jalanan, mereka memilih mengajarkan kepada para pengguna jalan yang tengah melintas cara membuat wayang dari suket atau rumput mendong.
Jantan Putra Bangsa dengan sabar mengajak Zaki Muhammad Almasis, pelancong dari Pemalang menyusun batang-batang mendong menjadi wayang ukuran kecil.
"Tekukan yang satunya dimasukkan ke sisi dalam. Satunya lagi di sisi luar. Perlahan-lahan saja, nanti kalau sudah ketemu polanya akan mudah. Awalnya memang susah mas," ujar Jantan mengarahkan.
Beginilah cara Jantan mengajarkan pembuatan wayang berbahan mendong kepada pengguna jalan di kawasan Titik Nol Kota Yogyakarta pada Minggu pagi (27/3/2022) pagi. Bersama dengan 10 seniman yang tergabung dalam Komunitas Wayang Merdeka, Jantan memberikan pelatihan.
Kegiatan yang pertama kali digelar ini merupakan rangkaian program 'Jalan Sehat Bersama Wayang'. Sebelumnya pada Minggu (27/2/2022) para seniman mengitari Alun-Alun Kidul Yogyakarta sejauh tiga kilometer membawa simbol wayang.
"Program ini kami gelar tidak hanya untuk mengenalkan wayang, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta warga kepada kebudayaan adiluhung. Salah satunya adalah dengan mengajarkan membuat wayang dengan material yang mudah ditemui di lingkungan sekitar," kata Jantan.
Kegiatan tersebut juga bertujuan merespons pandangan miring tentang wayang yang sempat viral baru-baru ini. Para pecinta wayang memilih untuk merespons lewat budaya yang bermakna budi dan daya.
"Karena merespons dengan budi, jadi pakai yang indah-indah saja, tidak perlu marah-marah. Kita ajak warga membuat wayang di tempat yang sejuk, dengan hati bahagia karena bisa piknik hingga terampil badan dan sehat jiwa raga," ucapnya.
Generasi Milenial
Direktur Lembaga Cahaya Nusantara (Yantra) sekaligus Omah Budaya Kahangnan di daerah Guwosari, Pajangan, Bantul Hangno Hartono yang turut memberi pelatihan menyatakan ajang ini merupakan strategi membidik generasi milenial.
"Kehadiran wayang kontemporer dari berbagai material, baik plastik maupun rumput mendong, menjadi penarik bagi generasi milenial yang tidak tertarik dengan pakem wayang klasik, baik dari sisi pembuatan maupun pementasan," kata Hangno.
Wayang kontemporer ini, menurut Hangno, menjadi jembatan bagi wayang klasik dan generasi milenial. Dari sini kreasi-kreasi akan lahir sehingga kesenian serta nilai-nilai luhur dari berbagai cerita pewayangan tetap akan lestari.
Hangno memaparkan bahwa keberadaan wayang sebenarnya bisa mengambil peran sebagai inspirasi dalam membuat karya yang output-nya tergantung dari proses kreativitas seniman.
"Itu sebetulnya bisa menjadi ide-ide yang menarik untuk diaplikasikan di dunia kreatif. Nilai-nilai filosofis narasi di dalam dunia pewayangan juga sangat dalam dan inspiratif untuk diaplikasikan ke seni-seni lain," paparnya.
Bagi Zaki, membuat wayang dengan rumput mendong ini adalah pengalaman pertamanya. Dirinya mengaku mulai menyenangi wayang seusai menonton pertunjukan dalang almarhum Ki Seno Nugroho dari YouTube.
"Kisah dunia pewayangan yang sebelumnya susah dicerna, lewat dalang Seno mudah dimengerti dan lucu. Saya tadi pas lewat dan tertarik mencoba," jelasnya.
Dia mengaku awal pembuatan memang kesulitan karena belum paham teknik menekuk dan memasukkan ujung mendong agar menyatu serta terikat sempurna. Namun atas bimbingan Jantan dan timnya, dia menyelesaikan satu wayang yang belum tahu sosoknya.
Bagikan