Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO—Epidemiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. Tonang Dwi Ardyanto SpPK, PHD, menilai langkah pemerintah mengizinkan sekolah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen sudah benar. Menurutnya, tidak ada pilihan yang tanpa risiko.
"Ini memang pilihan yang tidak mudah. Tapi jika pendidikan tidak bisa dimulai lagi dengan normal, maka berat. Kasihan anak-anak. Kita harus berpikir realistis," kata lelaki yang akrab disapa dr. Tonang itu saat ditemui Eduwara.com di Rumah Sakit UNS, Kamis (6/1/2022).
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kota Solo dan Dinas Pendidikan (Disdik) Solo telah mengizinkan sekolah melaksanakan PTM 100 persen. Hal tersebut rencananya bakal dimulai pekan kedua semester genap tahun ajaran 2021/2022. Bahkan beberapa sekolah sudah melakukan pada pekan pertama.
Lebih lanjut Tonang mengungkapkan ada anak-anak yang tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan baik karena terkendala alat. Lagi pula anak-anak sudah terlalu lelah melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring.
"Kebijakan ini tentu bukan tanpa pertimbangan. Tentu berisiko, tapi diusahakan agar risikonya tetap kecil. Bagaimana caranya? Dengan vaksinasi siswa sekolah.
Tonang melanjutkan, penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), 70 persen anak-anak usia 1-12 tahun sudah mempunyai antibodi Covid-19.
"Sebenarnya mereka (anak-anak) sudah banyak yang terkena Covid-19 juga. Tapi anak-anak cenderung kuat antibodinya walaupun belum divaksin," jelas Tonang yang juga dosen di Fakultas Kedokteran UNS itu.
Sedangkan untuk anak sekolah usia 12 tahun lebih, juga sudah memiliki antibodi yang baik. Hal itu karena capaian vaksinasi Covid-19 sudah tinggi. Oleh karena itu, pemerintah mendorong dilaksanakan PTM 100 persen.
"Tapi jangan salah kaprah, yang dimaksud dengan PTM itu ya bukan berarti boleh tidak menjalankan protokol kesehatan. Bukan begitu. Pakai masker dan cuci tangan itu harus tetap diterapkan," papar dia.
Tentang anak-anak sulit menerapkan jaga jarak, menurut dokter spesialis patologi klinik itu, sudah menjadi konsekuensi logis. "Seperti yang sudah saya katakan, ini berisiko. Tapi memang harus memilih ini," ungkapnya.
Tonang menambahkan, sejauh ini varian Covid-19 Omicron tidak menimbulkan kegaduhan dan masalah yang besar terhadap layanan kesehatan. Masyarakat yang belum vaksin diharapkan segera vaksin agar tercipta antibodi bersama.
"Sekarang cara pandangnya bukan hanya antibodi individu, tapi antibodi bersama. Mari Bareng-bareng menciptakan benteng pertahanan dari serangan virus," tutur Tonang. (M. Diky Praditia)