logo

Sekolah Kita

Kata ORI, Masih Misteri Kenapa Siswi Korban Paksa Jilbab Nangis Satu Jam Lebih

Kata ORI, Masih Misteri Kenapa Siswi Korban Paksa Jilbab Nangis Satu Jam Lebih
Kepala ORI DIY Budi Masthuri (EDUWARA/Setyono)
Setyono, Sekolah Kita05 Agustus, 2022 01:10 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Budhi Masthuri mengatakan pihaknya masih menyelidiki secara mendalam penyebab menangisnya siswi yang dipaksa mengenakan jilbab di SMAN I Banguntapan.

"Pagi ini kami menghadirkan guru Agama dari SMAN 1 Banguntapan, satu dari tiga guru agama yang menyusun kurikulum. Tujuan kami memanggil Pak U ingin mengetahui apa yang terjadi selama beliau mengajar mata pelajaran Agama di kelas," kata Budhi Masthuri, Kamis (4/8/2022).

Dari keterangan guru Agama, pada Selasa (26/7/2022), diketahui bahwa guru tersebut memang berada di kelas untuk menerangkan silabus mata pelajaran Agama yang harus dipahami seluruh siswa. Belum membahas soal tata busana, aurat dan sebagainya. 

Usai itu, bersamaan dengan mengabsen nama-nama anak didiknya, pada siswi yang menjadi korban pemaksaan jilbab, dia bertanya apakah sudah bisa mengaji dan dijawab 'belum'.

Sama seperti pada seminggu sebelumnya, Selasa (19/7/2022), siswa di kelas tersebut akan mendapatkan tiga mata pelajaran dengan urutan pelajaran Agama, Kimia dan Sosiologi.

"Menariknya pada 19 Juli tersebut, guru Agama ini sempat melapor ke wali kelas kenapa ada siswi di kelasnya tidak memakai identitas keagamaan yang sudah diatur sekolah," jelas Budhi.

Seperti diketahui, usai laporan ini pada Rabu (20/8/2022), wali kelas dan guru BK kelas menghadirkan siswi ini ke koordinator guru BK untuk mendapatkan penjelasan mengapa siswi tersebut tidak memakai jilbab.

Mendapatkan jawaban siswi tersebut belum siap mengenakan jilbab, koordinator guru BK berinisiatif memakaikan jilbab secara paksa, yang disebut kepala sekolah hanya 'tutorial'.

"Nah yang masih misteri itu apa yang terjadi setelah pelajaran Agama dan Kimia di 20 Juli itu. Karena dari keterangan pemeriksaan, sebelum pelajaran Sosiologi siswi ini keluar kelas dan diketahui menangis di kamar mandi," jelas Budhi.

Sementara itu, lewat email yang diperoleh Eduwara.com dan belum bisa terkonformasi, seorang perempuan bernama Herprastyanti Ayuningtyas dan mengaku sebagai ibu siswi yang mendapatkan pemaksaan jilbab menceritakan kondisi terakhir putrinya.

"Pada Selasa, 26 Juli 2022, anak saya menelepon, tanpa suara, hanya terdengar tangisan. Setelahnya baru terbaca WhatsApp, 'Mama ak mau pulang, ak ga mau dsni'," katanya.

Awal sekolah, Ayu menceritakan bahwa putrinya pernah bercerita jika di sekolahnya 'diwajibkan' pakai jilbab, baju lengan panjang, rok panjang. Putrinya telah memberi penjelasan kepada sekolah, termasuk wali kelas dan guru BK, dia tidak bersedia.

"Dia terus-menerus dipertanyakan, 'Kenapa tidak mau pake jilbab?" tulisnya.

Baginya, ketika seorang guru meletakkan sepotong jilbab di kepala anaknya itu bukan 'tutorial jilbab'. Karena anaknya tak pernah minta diberi tutorial. Ini adalah pemaksaan.

Ayu lewat suratnya tegas mengatakan putrinya mengalami trauma, harus mendapat bantuan psikolog. Dirinya ingin sekolah SMAN 1 Banguntapan, Pemda DIY, serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bertanggungjawab.

"Kembalikan anak saya seperti sedia kala," tutupnya.

Read Next