Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO – Sejumlah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang tergabung dalam Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) 139 dan 140 mengadakan Seminar Pendidikan Inklusi dan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di lingkungan pendidikan Blumbang dan Gondosuli, baru-baru ini. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara luring di Aula Balai Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar.
Kegiatan itu merupakan program kerja kolaborasi, yang diusulkan oleh Kelompok KKN 139 dan KKN 140, yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan terkait dengan tema Pendidikan Inklusi dan Penanganan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus, dengan sasaran kegiatan yaitu kepala sekolah dan guru SD/MI.
Kepala Bidang Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, Sawaldi dalam sambutannya menyampaikan data anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berada di Kabupaten Karanganyar dan Kecamatan Tawangmangu. Data inklusi di tingkat Kabupaten Karanganyar berjumlah 332 siswa, sedangkan di wilayah Kecamatan Tawangmangu berjumlah 12 siswa.
“Dinas siap bekerja sama untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, khususnya di bidang layanan Sekolah Dasar. Anak-anak berkebutuhan khusus ini memiliki hak yang sama dalam pelayanan pendidikan, termasuk pada sekolah umum," kata Sawaldi seperti dilansir Eduwara.com, Selasa (6/9/2022), dari laman resmi UNS Solo.
Dalam kesempatan itu, Sawaldi mengajak bapak dan ibu guru yang hadir untuk memberikan perhatian khusus kepada ABK, mengingat pendidikan inklusi tengah digencarkan untuk memberikan layanan pendidikan yang adil dan merata sebagaimana merujuk pada akomodasi kurikulum.
Akomodasi kurikulum bagi ABK diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2006 Pasal 1 Ayat 9 tentang Penyandang Disabilitas. UU tersebut menyatakan akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan.
Mengubah Paradigma
Sementara itu, praktisi akademisi Subagya menyampaikan pendidikan inklusi mengubah paradigma yang selama ini dilakukan secara dramatis.
“Inklusi mengubah paradigma yang selama ini kita lakukan secara mendramatisir karena guru yang menentukan gaya mengajar, sehingga siswa inklusi belum mampu mengikuti secara menyeluruh. Sedangkan, konsep dari pendidikan inklusi mengarah pada guru yang seharusnya mengikuti gaya belajar siswa,” ujar dia.
Subagya berharap seluruh elemen pendidikan dapat berpartisipasi secara aktif dalam memberikan perhatian secara khusus kepada anak berkebutuhan khusus. Selain itu guru dapat menemukan strategi pembelajaran yang efektif dan relevan dengan akomodasi kurikulum yang mencakup tentang tujuan, isi, proses dan evaluasi. (K. Setia Widodo/*)