Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, DEPOK – Meski Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengizinkan daerah dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat level 2 melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas 50 persen, sejumlah wali murid di Kota Depok, Jawa Barat lebih memilih Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah terus menanjaknya angka kasus positif Covid-19 varian Omicron.
Hal ini diungkap oleh Feru Lantara selaku orang tua siswa dengan dua anak yang bersekolah di SMP Negeri 2 Depok. Dikatakan Feru, di tengah melonjaknya kasus positif Covid-19 akibat varian Omicron, maka melaksanakan PJJ adalah hal yang dia pilih demi melindungi kedua buah hatinya.
“Saat ini kan trennya [kasus Covid-19] lagi naik tinggi. Harus waspada saja dan preventif ya. Saya lebih memilih PJJ karena biar bagaimana pun kesehatan adalah hal yang utama,” ujar Feru kepada Eduwara.com, Kamis (3/2/2022).
Dikatakan Feru, saat ini, sekolah tempat anaknya menuntut ilmu juga telah kembali menerapkan PJJ, sejak Senin (31/1/2022). Saat ditanyakan, apakah mengizinkan anaknya mengikuti PTM 50 persen, sesuai aturan Kemendikbudristek di daerah dengan level dua, dikatakan Feru, dirinya menilai PTM 50 persen tidak efektif karena kegiatan belajar mengajar hanya diselenggarakan selama beberapa jam.
“Kalau PTM 50 persen ini menurut saya tidak efektif, misalnya hanya dua jam pelajaran saja, ini ya bagaimana, penyerapan materi tidak maksimal. Lebih baik PJJ saja dan bisa full time. Jadi efektif,” tutur Feru.
Menurut Feru, pembukaan dan penutupan sekolah, sejatinya tidak seharusnya dipandang sebagai hal yang meresahkan apalagi di tengah masa pandemi seperti saat ini. “Ya, fleksibel saja, ketika kasus tinggi ya ditutup, belajar PJJ, nanti kalau angka kasus terkendali ya dibuka lagi. Kita harus terbiasa dengan hal seperti ini ya, apalagi di masa pandemi yang belum berlalu. Tutup buka sekolah ya wajar saja. Kesehatan lebih utama.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Farlah, orang tua siswa di SDIT An-Najah, Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Jawa Barat.
Farlah lebih memilih anaknya menempuh PJJ di tengah angka kasus positif Covid-19 yang masih terus tinggi. “Kalau boleh memilih ya PJJ saja ya untuk saat ini. Anak saya sejauh ini tetap bisa mengikuti pelajaran, walau belajar PJJ. Jadi demi kesehatan dan keselamatan, saya memilih PJJ saja,” papar Farlah.
Saat ini, sekolah tempat buah hatinya menuntut ilmu masih menerapkan PTM 100 persen, namun kedepannya, Farlah belum mengetahui apakah akan tetap diterapkan PTM 100 persen ataukah PJJ.
Sementara itu, berlokasi di DKI Jakarta, dimana angka Covid-19 tengah mengalami lonjakan, Fadilla Crossanda juga mengkhawatirkan kesehatan buah hatinya yang bersekolah di SDN Pondok Labu 01, Jakarta Selatan. Sejak Rabu (2/2/2022). Pasalnya, sekolah anaknya telah menerapkan PJJ kembali.
“Sebenarnya PTM lebih efektif untuk anak belajar agar bisa mengerti dan paham apa yang diajarkan oleh guru. Kalau PJJ kan selama ini hanya nonton video, menyimak dari video, tidak efektif, tapi ya jika pertimbangannya kesehatan maka saya memilih PJJ juga,” kata Fadilla.
Meski demikian, Dilla berharap jika bisa diterapkan PTM terbatas 50 persen, maka hal tersebut akan dia pilih untuk diterapkan kepada buah hatinya. “Kalau ada PTM terbatas 50 persen, saya rasa hal ini cukup baik ya, tidak terlalu banyak murid dan anak tetap bisa sekolah tatap muka. Tentunya protokol kesehatan tetap harus ditegakkan,” tutur Dilla.
Hal senada juga diungkap Ira Pusparini, orang tua yang anaknya bersekolah di SDN Beji 6 Kota Depok, Jawa Barat. Menurut Ira, memilih PTM atau PJJ sungguh merupakan sebuah dilema.
“Pada satu sisi, saya khawatir dengan penyakit Covid-19 ini, tapi di sisi lain, anak terkadang kalau belajar di rumah dengan orang tuanya kerap susah diajari. Lebih patuh kalau diajar oleh guru. Makanya kalau PJJ ini yang susah,” tutur Ira.
Dirinya mengaku, jika ada PTM 50 persen, maka hal itu layak untuk dicoba, karena anak tetap dapat bersekolah, menerima pengajaran dari guru tapi juga tetap aman karena jumlahnya yang tidak terlalu banyak di dalam kelas sehingga protokol kesehatan tetap bisa ditegakkan.