logo

Sekolah Kita

Kurikulum Merdeka Memberikan Kebebasan Guru Menentukan Perangkat Ajar

Kurikulum Merdeka Memberikan Kebebasan Guru Menentukan Perangkat Ajar
Pengawas Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sutarta menyampaikan materi Pembelajaran dan Asesmen Diagnostik kepada peserta Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Menengah se-Sleman, Jumat (14/4/2023). (EDUWARA/Dok. Bimas Katolik Kantor Kemenag Sleman)
Setyono, Sekolah Kita15 April, 2023 20:32 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Dihadirkan ketika pandemi Covid-19, Kurikulum Merdeka menjadi model pendidikan kontekstual yang memberi kebebasan guru untuk menentukan dan menetapkan perangkat ajar.

Namun kebebasan ini juga harus diiringi dengan tujuan capaian pembelajaran yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai sasaran di Kurikulum Merdeka.

Hal ini menjadi benang merah dalam Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Menengah se-Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Jumat (14/4/2023).

Pengawas Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sutarta, mengatakan Kurikulum Merdeka belajar memberi hak belajar secara merdeka.

"Guru mempunyai kewenangan memilih dan menggunakan perangkat ajar, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Kurikulum Merdeka belajar memberi hak belajar secara merdeka," kata Sutarta dalam rilis, Sabtu (15/4/2023).

Tak hanya itu, proses pembelajaran pada kurikulum ini mengarah kepada projek menguatkan Profil Pelajar Pancasila. Di mana Profil Pelajar Pancasila mengarah pada sosok pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Filosofi Humanisme

Pembelajaran di Kurikulum Merdeka mengarah pada proses interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.

"Pemerintah tidak mengatur pembelajaran dan asesmen secara detail dan teknis," jelasnya.

Dosen Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma, FX Dapiyanta, menyebut Kurikulum Merdeka belajar relevan dengan filosofi humanisme, konstruktivisme, progresivisme.

Ia memaparkan humanisme merupakan kebebasan, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri, mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkungannya. Konstruktivisme kemerdekaan dalam menggali dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan.

Progesivisme merupakan kesadaran dalam proses dan perjalanan kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa.

"Konsep ini mementingkan guru untuk terus berdialog apa makna belajar bagi murid? Belajar menjadi beban atau sebuah kebahagiaan? Apakah belajar hanya terkait dengan ekonomi (mencari kerja) atau hidup adalah belajar?" tutupnya.

Read Next