Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, BALIKPAPAN— Pemerintah India mempertimbangkan penerapan lockdown selama akhir pekan di New Delhi seiring dengan makin buruknya tingkat polusi udara di ibukota tersebut.
Saat ini, kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kampus sudah dihentikan dan anjuran work from home mulai diterapkan, layaknya situasi ketika pandemi Covid-19 tengah meningkat.
Tak hanya itu, kegiatan konstruksi hingga akhir minggu dilarang dan truk, kecuali yang membawa komoditas penting, tak lagi boleh memasuki area kota sebagai bagian dari serangkaian tindakan darurat untuk menekan polusi.
Pertimbangan untuk menerapkan protokol penguncian selama akhir pekan tersebut telah diajukan ke mahkamah agung setempat.
Direktur Eksekutif Riset dan Advokasi Pusat Pengetahuan dan Lingkungan New Delhi Anumita Rowchowdhury menilai langkah-langkah darurat yang ditempuh pemerintah hanya memberikan mitigasi minimal terhadap masalah polusi udara yang mendera kota itu tiap musim dingin.
“Tindakan darurat bukanlah peluru ajaib yang akan mengatasi krisis polusi. Langkah darurat itu hanya supaya polusi tidak memburuk, namun tak lantas bisa membersihkan udara,” jelasnya, Rabu malam (17/11/2021).
Dilansir dari Voice of America, dalam beberapa minggu terakhir, Ibukota India tersebut diselubungi kabut beracun yang mengandung kadar zat polutan PM 2.5 (fine particulate matter) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Partikel ini jika terhirup, bakal mengendap di bagian dalam paru-paru.
Kabut beracun di kota berpopulasi lebih dari 21 juta orang itu berasal dari beberapa sumber seperti emisi kendaraan bermotor, polusi industri, debu konstruksi, hingga asap pembakaran limbah di area terbuka.
Saat musim dingin, zat-zat polutan itu tertahan di area perkotaan karena rendahnya kecepatan angin.
Kabut asap beracun tidak terbatas di New Delhi, langit di sebagian besar India Utara juga berubah menjadi abu-abu pada saat ini sepanjang tahun, membuat jutaan orang mengalami kesulitan bernapas.
Udara kotor membunuh lebih dari satu juta orang setiap tahun di India menurut laporan Institut Kebijakan Energi di Universitas Chicago, sebuah kelompok riset AS.
Di sisi lain, saat New Delhi telah mengambil beberapa langkah untuk memerangi udara kotor dengan mematikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan mengalihkan sebagian besar industri dan transportasi umum ke bahan bakar bersih, standar yang sama belum diberlakukan oleh negara-negara tetangga.
“Udara tidak menghormati batas-batas politik. Waktunya telah tiba untuk mengambil pendekatan regional dan meningkatkan tindakan tegas di seluruh dataran Indo-Ganggetic. Hal yang sama perlu dilakukan di tempat lain. Kami benar-benar perlu meningkatkan transisi energi kami,” kata Rowchowdhury.
Namun, menghapus secara bertahap batu bara, yang masih memberi daya pada 70% jaringan listrik India, tidak akan mudah. Ketika India Utara berjuang melawan krisis polusi udara tahunannya, delegasi India pada KTT iklim yang baru-baru ini diadakan di Skotlandia mengatakan negara-negara berkembang berhak atas penggunaan bahan bakar fosil yang bertanggung jawab.
“Bagaimana orang bisa berharap bahwa negara berkembang dapat membuat janji untuk menghapus subsidi batu bara dan bahan bakar fosil secara bertahap?” Menteri Lingkungan Hidup India Bhupender Yadav saat itu. “Negara-negara berkembang masih harus berurusan dengan agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.”
India dan China dipersalahkan karena mengurangi komitmen untuk menghapuskan batu bara secara bertahap di KTT.
Chandra Bhushan, Kepala Forum Lingkungan Internasional yang berbasis di New Delhi mengatakan dilema yang dihadapi India adalah, seberapa cepat negeri itu bisa melakukan transisi dari batu bara ke energi baru terbarukan.
“Meskipun batu bara berkontribusi terhadap polusi udara dan perubahan iklim, kami tidak dapat langsung mematikan batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan dengan tergesa-gesa. Ini akan menjadi sebuah proses.”
Sementara itu, polusi udara yang parah telah menyebabkan keadaan darurat kesehatan masyarakat dengan banyak penduduk di Delhi dan kota-kota India Utara lainnya berjuang dengan masalah pernapasan dan dokter memperingatkan itu adalah bahaya kesehatan yang serius.