Ditjen Pendis Kemenag: Pembahasan Publik RUU Sisdiknas, Peluang Pengakuan Jenjang Pendidikan Al-Qur’an

11 September, 2022 21:37 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Ida Gautama

11092022-Pendis Kemenag Pembahasan RUU Sisdiknas.jpg
Dirjen Pendis, M Ali Ramdhani dalam Workshop Peningkatan Kompetensi Keilmuan Pendidikan Al-Qur’an, Kamis (9/9/2022). (EDUWARA/Ditjen Pendis Kemenag)

Eduwara.com, JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah membahas usulan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Menananggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Pendis), M Ali Ramdhani menilai hal itu menjadi momentum penting untuk melakukan rekognisi atau pengakuan terhadap Pendidikan Al-Qur’an di Indonesia.

Menurut Ramdhani, dibukanya diskusi publik terkait aspirasi RUU Sisdiknas menjadi tantangan sekaligus peluang atas rekognisi Pendidikan Al-Qur’an untuk masuk menjadi bagian dari model pendidikan pada UU Sisdiknas sehingga pendidikan Al-Qur’an sama posisinya dengan madrasah maupun sekolah.

Hal tersebut dia sampaikan dalam Workshop Peningkatan Kompetensi Keilmuan Pendidikan Al-Qur’an yang berlangsung di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022). 

Ramdhani menilai, Pendidikan Al-Qur’an juga berperan penting dalam memajukan peradaban bangsa. Untuk itu, lembaga pendidikan ini juga harus memperoleh rekognisi negara.

"Ibu dan bapak pegiat Al-Qur’an yang hadir ini segera mengisi aspirasi publik bahwa pendidikan Al-Qur'an harus memperoleh ruang. Di situ memberikan alasan betapa pentingnya orang yang belajar Al-Qur'an dari tingkat dini sampai dengan tingkat tertentu harus memperoleh pengakuan dari negara," ujar Ramdhani seperti dilansir Eduwara.com, Sabtu (10/9/2022), dari laman Ditjen Pendis Kemenag.

Afirmasi

Dalam kesempatan itu, Ramdhani juga meminta kepada peserta yang terdiri atas para pakar, praktisi pendidikan Al-Qur’an, akademisi serta dari beberapa perwakilan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk tidak sekadar mengelola tentang bagaimana meningkatkan kapasitas kompetensi di bidang keilmuan Al-Qur’an, namun bagaimana melembagakan pendidikan Al-Qur’an sebagai satu hal yang unik dan berbeda dengan pola pesantren yang ada.

"Jadi ibu dan bapak, model-model konvergensi dari model pendidikan yang ada diintegerasikan dengan model madrasah atau pesantren dengan aksentuasi penguatan pada bidang Al-Qur’an ini juga harus memperoleh rekognisi. Setelah memperoleh rekognisi tahapan selanjutnya negara akan melakukan fasilitasi serta afrimasi," ujar dia.

Afirmasi perlu dilakukan untuk menjaga bangsa ini dari keutuhan kebangsaan dimulai dari bagaimana menancapkan nilai-nilai keagamaan secara baik pada warganya.

"Sebab orang yang belajar Al-Qur’an dengan baik kita pastikan dia adalah orang yang baik dan ini perlu afirmasi. Saat ini, hal itu termasuk sesuatu yang langka, karena kelangkaannya dia harus dijaga, bahkan dalam perspektif saya karena dia itu khas maka harus ada beasiswa serta dijamin masa depannya dan lain sebagainya," jelas dia.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pesantren, Waryono Abdul Ghafur. Dia menyampaikan, perlu ada program yang terstruktur dalam penguatan kompetensi pendidik serta pengelola lembaga pendidikan Al-Qur’an.

Dia meminta kepada Subdit Pendidikan Al-Qur’an pada saat merumuskan regulasi penjenjangan pendidikan Al-Qur’an, mulai dari ula, wustha, ulya hingga perguruan tinggi perlu ada ukuran-ukuran yang jelas.

"Ketika nanti dirumuskan penjenjangan maka harus diukur betul, misalnya untuk ula atau tingkat pertama itu kira-kira seperti apa bobotnya, level wustha hingga level ulya sampai nanti ke perguruan tinggi seperti apa. Ini yang menurut saya perlu dipikirkan demi menghindari overlapping. Jangan sampai jenjangnya tinggi tapi yang dipelajari itu-itu saja," tandas dia.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga itu berharap, pendidikan Al-Qur’an juga dapat menurunkan jumlah buta aksara terhadap Al-Qur’an di masyarakat. (K. Setia Widodo/*)