Mudik, Tradisi Kota yang Terpelihara Ratusan Tahun

25 April, 2022 20:53 WIB

Penulis:Bhakti Hariani

Editor:Ida Gautama

25042022-UI Gubes FIB Bambang Wibawarta.jpg
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UI (FIB UI) Bambang Wibawarta (EDUWARA/Bhakti)

Eduwara.com, DEPOK – Mudik bukan istilah yang terdengar asing di telinga kita. Kata mudik bahkan akrab dengan keseharian kita, dan sering kita dengar dan ucapkan, terlebih menjelang Idulfitri seperti saat ini. Namun, apakah Anda tahu jika tradisi mudik ternyata telah dilakukan sejak tahun 1800-an. 

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Bambang Wibawarta menuturkan, berdasarkan beberapa penelitian, tradisi mudik telah dilakukan sejak zaman Majapahit dan terus berlangsung di era kolonial Belanda.

“Saat itu dibutuhkan banyak pekerja untuk bekerja di daerah perkebunan seperti di Sumatera. Banyak penduduk yang bergeser ke wilayah itu karena memang tenaganya dibutuhkan untuk bekerja di perkebunan. Mereka akan pulang kembali ke kampung di saat hari raya Idulfitri tiba dan kemudian kembali bekerja di perkebunan,” ujar Bambang kepada Eduwara.com, Senin (25/4/2022).

Mudik, lanjut Bambang, ada yang mengatakan berasal dari bahasa Jawa yakni Mulih Dilit yang kemudian disingkat mudik. Namun, ada pula yang menyebut dari bahasa Betawi yang berarti Menuju Udik/kampung atau mudik.

Pekerja di perkebunan tetap dibutuhkan bahkan hingga di era Presiden Soeharto pada masa orde baru yakni dengan program Transmigrasi. Tercatat 2,5 juta orang berpindah dari pulau Jawa ke pulau-pulau luar Jawa.

“Mereka akan mudik ke Jawa saat Lebaran tiba,” ujar mantan Dekan FIB UI tahun 2008-2013 ini.

Tradisi Kota

Mudik, kata pria bergelar Profesor ini, merupakan tradisi kota yang berkembang sejalan dengan tumbuhnya kota-kota besar di pulau Jawa. Terdapat beragam motivasi seseorang saat menjalankan tradisi mudik. Di antaranya untuk bersilaturahmi, bertemu orang tua, sanak saudara dan teman lama, melepas rindu, hingga ingin memperlihatkan keberhasilan mereka setelah melakukan perantauan di daerah lain.

“Tentunya mereka ingin memperlihatkan apa yang sudah mereka raih selama bekerja jauh dari kampung halaman. Bahwasanya pengorbanan mereka merantau tidak sia-sia dan telah menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Ketika mudik, ada yang membawa mobil sendiri, menyewa kendaraan atau naik transportasi umum. Sangat beragam,” tutur Bambang.

Tradisi Khas Negara Timur

Tradisi mudik ini diungkap Bambang tidak hanya dimiliki oleh Indonesia, tapi juga di negara timur lainnya di benua Asia, di antaranya Jepang, India, dan Tiongkok. Untuk di Jepang, pada bulan Agustus di saat perayaan Obon. Obon, kata Bambang, merupakan acara yang diadakan saat musim panas di Jepang dalam rangka menghormati mendiang keluarga atau arwah leluhur. 

Saat perayaan Obon ini dipercaya bahwa arwah nenek moyang kembali ke dunia dalam jangka waktu yang singkat. Untuk itu berbagai macam persiapan dilakukan selama Obon agar para leluhur dapat ke dunia ini dengan lancar dan kembali lagi ke dunia sana dengan tenang. “Mereka yang tinggal di kota besar di Jepang juga akan mudik ke kampung halaman,” kata Bambang.

Tak hanya Jepang, saat Imlek tiba, di Tiongkok, banyak orang yang tinggal di kota, pulang ke kampung halaman untuk merayakan Imlek bersama sanak saudara. Pun demikian dengan di India saat perayaan Diwali, yang dikenal pula dengan istilah Deepawali, Deepavali, atau Dipavali

Orang yang tinggal di perkotaan di India, akan pulang ke kampung halaman di mana mereka berasal untuk merayakan Diwali bersama dengan sanak keluarganya. Tradisi ini merupakan festival cahaya bagi pemeluk Hindu, juga beberapa agama atau kepercayaan lainnya, khususnya di India. Bagi yang meyakini, Diwali merupakan simbol kemenangan kebaikan atas keburukan. 

Ciri khas dari perayaan ini adalah gemerlapnya cahaya yang menjadi perlambangan suka-cita sekaligus harapan bagi kehidupan dan manusia. Diwali kerap pula identik dengan Festival Cahaya. Perayaan ini diramaikan dengan kegembiraan, termasuk menyalakan berbagai penerangan, dari lampu tradisional atau diya, lampu warna-warni, lampion, lilin, bahkan kembang api.