Art
24 Maret, 2022 13:09 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, JOGJA – Pemanfaatan candi dan benda cagar budaya untuk peribadatan dapat menjadi salah satu upaya pelestarian, selama ada standar operasional sesuai kaidah perlindungan situs warisan budaya.
Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Daud Aris Tanudirjo menerangkan secara akademisi pemanfaatan candi-candi dan benda cagar budaya untuk peribadatan sebagai salah satu upaya pelestarian, dan karena terhubung dengan banyak kepentingan, pemanfaatan candi-candi akan diatur standarnya.
Kesimpulan ini yang menjadi benang merah dalam webinar Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia 'Pemanfaatan Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon untuk Kepentingan Agama', Rabu (23/3/2022).
"[Sayangnya] Setiap pembicaraan mengenai pemanfaatan berbagai cagar budaya, khususnya pada candi-candi yang menjadi warisan dunia mesti muncul pertentangan sudut pandang di masyarakat," kata Daud.
Sebagai akademisi, Daud melihat kondisi ini masih terkait dengan bayang-bayang mitos 'dead monument' melawan 'living monument'. Bahkan melalui UU RI nomor 5/1992 tentang Cagar Budaya yang melarang penggunaan cagar budaya pada fungsi semula saat ditemukan.
Kehadiran kesepakatan empat menteri pada 11 Februari 2022 yang mengizinkan pemanfaatan Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon untuk kepentingan agama khususnya Hindu dan Budha, menurut Daud seharusnya menjadi pondasi perubahan dalam paradigma pelestarian warisan budaya.
"Makna pelestarian jaman dulu terfokus pada menjaga fisik bendanya. Namun di era modern ini makna pelestarian adalah menjadikan warisan budaya harus dihidupi agar tetap lestari demi anak cucu di masa depan," katanya.
Dengan memberikan nilai penting pada cagar budaya sesuai dengan aspirasi dari masyarakat sekitar secara terbuka, maka pelestarian bisa dilanjutkan. Kebersamaan dalam pemanfaatan cagar budaya baik untuk penelitian, peribadatan dan ekonomi adalah kunci pelestarian warisan budaya.
"Warisan budaya, bukan lagi milik kelompok tapi banyak orang orang. Sebab sebuah cagar budaya bisa dimanfaatkan bersama baik untuk politik, sejarah, pengetahuan, agama dan ekonomi," tuturnya.
Dengan memberikan nilai penting, seperti pemanfaatan untuk peribadatan umat beragama langkah penting pelestarian berbagai warisan budaya telah diambil.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendibudristek) Restu Gunawan mengakui tingginya permintaan akan pemanfaatan Candi Borobudur dan Prambanan untuk peribadatan meningkat pasca kesepakatan itu lahir.
"Masalah yang harus dituntaskan kedepan, apakah kenaikan itu akan berdampak signifikan pada bidang perekonomian bagi pelaku maupun masyarakat atau tidak," tanyanya.
Sebagai pemangku utama perlindungan warisan budaya, Gatot mengatakan pihaknya memang berkewajiban memfasilitasi berbagai permohonan yang masuk untuk pemanfaatan. Namun hal ini haruslah selaras dengan berbagai upaya perlindungan cagar budaya agar tidak rusak.
Maka dari itu, dalam beberapa waktu kedepan, pihaknya akan mengundang dan berdiskusi dengan banyak pihak terkait untuk menentukan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi untuk bisa memanfaatkan cagar budaya.
"Nantinya kita akan mengeluarkan semacam SOP yang harus diketahui. Ini kita perlukan untuk menyamakan pemanfaatan berbagai cagar budaya yang banyak tersebar di Indonesia," katanya.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama (Kemenag) Nanda Rizka Saputri dan Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Budha Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kemenag Supriyadi sepakat bahwa menjaga warisan budaya adalah yang utama.
"Pemanfaatan candi tetap dalam kaidah World Heritage dengan tetap menjembatani dimensi kesakralan candi. Diperlukan satu pemahaman dan pandangan yang inklusif, bahwa candi punya nilai spiritual kebudayaan. Dua kepentingan disatukan dalam satu konsep nilai yaitu spiritual kebudayaan," kata Supriyadi.
Bagikan