Kampus
10 April, 2023 19:48 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Kementerian Kesehatan menyatakan masih ada disparitas pemenuhan dokter spesialis di seluruh Indonesia. Dengan perhitungan target rasio 0,28 : 1.000, saat ini Indonesia kekurangan 30 ribu dokter spesialis.
Mengatasi kondisi ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) mendorong penerapan Academic Health System (AHS) semakin ditingkatkan karena berperan penting mendorong produksi tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis.
“Kita membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk memenuhi jumlah dokter spesialis tersebut, dengan asumsi jumlah penyelenggara prodi dokter spesialis sebanyak 21 dari 92 fakultas kedokteran, dengan menghasilkan lulusan spesialis sekitar 2.700 tiap tahun," papar Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI, Arianti Anaya, Sabtu (8/4/2023).
Selain kekurangan jumlah dokter spesialis, lanjut Arianti, persebaran tenaga dokters spesialis ini pun belum merata karena 59 persen masih berada di Pulau Jawa. Sedangkan di Indonesia Timur, jumlah dokter spesialis terbatas.
Dalam pengamatan Herkutanto dari Fakultas Kedokteran UI, sulitnya seleksi dan proses Program Pendidikan Dokter Spesialis menjadi salah satu penghambat bagi dokter yang ingin meneruskan pendidikannya.
"Negara harus bisa melihat pentingnya dokter spesialis saat ini bagi masyarakat. Sama halnya dengan produksi tenaga militer, perlu ada penanganan berbeda dibandingkan pendidikan lain karena ini terkait langsung dengan keselamatan masyarakat dan bangsa," tuturnya.
RUU Kesehatan
Ketua Pokjanas AHS, Ratna Sitompul, AHS merupakan model yang tepat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas dokter spesialis.
"Di konsep ini, fakultas kedokteran yang terjalin dalam AHS dapat membantu fakultas kedokteran lain yang belum memiliki spesialisasi tertentu karena berbagai keterbatasan. Dengan begitu, kami harap produksi tenaga kerja, khususnya dokter spesialis ini dapat meningkat," katanya.
Konsep ini terinspirasi Health Education of England (HEE), di mana untuk melakukan suatu produksi, pertama yang harus diyakinkan adalah jumlah tenaga kerja harus tepat jumlahnya, tepat keterampilannya, dan memberikan pelayanan yang baik, serta mampu beradaptasi dengan teknologi.
Rektor UGM Ova Emilia melihat ditengah pembahasan RUU Kesehatan, publik berharap Undang-undang (UU) ini mengatasi permasalahan pelayanan dan pemerataan kesehatan, serta menjamin setiap warga negara memperoleh akses pelayanan kesehatan dan kesejahteraan tanpa pengecualian.
Rektor berharap hadirnya RUU Kesehatan mampu memberikan solusi di bidang kesehatan, dengan minimal menimbulkan masalah yang baru. Karena pembahasan RUU ini tidak dari nol dan RUU ini sebuah cita-cita luhur yang harus didukung dengan fondasi pemikiran yang kokoh dan meminimalkan risiko tanggung jawab di masa depan.
Hadirnya RUU Kesehatan setidaknya menggugurkan 13 UU yang dianggap tidak efisien dan saling tumpang tindih atau kontradiktif. Selain itu, ada prinsip yang perlu diangkat sebagai konektivitas dalam menyelesaikan masalah dasar termasuk masalah di bidang kesehatan.
"Kita tahu semuanya, sektor kesehatan tidak bisa berdiri sendiri. Hal itu dapat berkaca pada saat kita menangani pandemi yang lalu," katanya.
Bagikan