logo

Kampus

Lewat Program SAE UGM, Produktivitas Kedelai Bisa Naik Dua Kali Lipat

Lewat Program SAE UGM,  Produktivitas Kedelai Bisa Naik Dua Kali Lipat
Rektor UGM Panut Mulyono saat menghadiri panen perdana penanaman kedelai varietas Grobogan dengan sistem SAE, di Bantul, Senin (14/3/2022). (Eduwara/Setyono)
Setyono, Kampus14 Maret, 2022 14:26 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Bersama dengan kelompok petani kedelai Ngudi Makmur, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengembangkan program Smart Agricultural Enterprise (SAE). Lewat program ini produktivitas kedelai diklaim meningkat dua kali lipat.

Dihadiri Rektor UGM Panut Mulyono, panen kedelai varietas Grobogan ini dilakukan pada Senin (14/3/2022) di area ladang Dusun Nogosari, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Bantul.

Program penelitian yang dikawal Dosen Atris Suyantohadi ini berfokus pada kedelai varietas grobogan yang mulai ditanam 17 Desember 2021 dan dipanen hari ini. Total luasan yang didampingi mencapai 20 hektare, namun yang mendapatkan program SAE hanya seluas 0,6 hektare. "SAE adalah program yang fokus pada intensifikasi regenerative farming yang mengoptimalkan penanaman kedelai di lahan tropis," jelasnya.

Melalui program ini, tanaman kedelai mendapatkan dalam pemenuhan nutrisi, pengairan, pemantauan cuaca, kelembaban tanah, dan pemberian pupuk secara sesuai waktu kejadian (real time) lewat sensor yang dipasang di tengah ladang.

Dengan penjadwalan tanam sesuai musim dan pemberian pupuk organik yang sudah diformulasikan khusus dalam program SAE, petani mampu menghasilkan 3,2 ton sampai 4,2 ton per hektare.

"Dalam penanaman konvensional, yang kebanyakan dilakukan petani kita, 1 hektare lahan hanya mampu menghasilkan hanya 1,4 ton sampai 2,3 ton. Bahkan lewat program ini, industri bisa melacak dari mana varietas kedelai ini dihasilkan," tuturnya.

Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan program pendampingan kepada petani kedelai ini dihadirkan guna memacu produktivitas kedelai kuning yang dikhususkan untuk bahan pangan seperti tempe, tahu dan lain-lain.

"Selama ini dari total kebutuhan kedelai kuning untuk pangan, hanya 10 persen saja yang mampu dipenuhi dari dalam negeri. Sisanya kita impor," jelasnya.

Kehadiran teknologi SAE ini diharapkan memberi pilihan bagi pemerintah maupun petani untuk kembali melirik kedelai sebagai komoditas unggulan. Panut berharap program ini menjadi contoh dan dikembangkan di daerah lain.

Kepala Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Bantul Joko Waluyo berjanji akan menggandeng UGM dalam pengembangan serta penelitian penanaman kedelai di 80 hektare lahan pasir di pesisir selatan.

Ketua kelompok tani Ngudi Makmur Suparjo memaparkan pihaknya menjadikan kedelai varietas Grobogan sebagai tanaman utama karena dinilai sesuai dengan kondisi lahan wilayahnya yang berada di perbukitan.

Dikembangkan sejak 2,5 tahun lalu, hasil panen tanpa menggunakan sistem SAE mencapai 2,5 ton per hektare. Saat ini dari 0,6 hektare diprediksi menembus 2,4 hektare.

Read Next