Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim kembali menegaskan apapun jenis dan bentuk kekerasan terhadap siapa pun harus dihapus dari lingkungan pendidikan.
Hal itu ditegaskan Nadiem Makarim dalam sambutannya pada acara Nonton Bareng (Nobar) Virtual dan Webinar “16 Hari Anti Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan atau 16 Days of Activism Against Gender Violence”, yang diselenggarakan secara daring, Jumat (10/12/2021). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek.
“Kemendikbudristek menyusun dan mengesahkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai salah satu solusi pemberantasan tiga dosa besar pendidikan,” tegas Nadiem, seperti dikutip dalam siaran pers Kemendikbudristek, Sabtu (11/12/2021).
Saat ini, lanjut Nadiem, kampus-kampus di seluruh Indonesia tengah mempersiapkan pembentukan Satuan Petugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan dibentuknya Satuan Petugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, diharapkan dapat menciptakan lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual terhadap perempuan.
Mengacu pada data, Nadiem menyebutkan ada kerentanan perempuan karena mengalami kekerasan, termasuk di lingkungan perguruan tinggi. Berdasarkan data, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari hingga Juli 2021 terdapat 2.500 kasus.
“Angka ini melampaui catatan pada tahun 2020 yakni 2.400 kasus. Peningkatan kasus dipengaruhi oleh krisis pandemi yang merupakan fenomena gunung es karena jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda. Dampak dari kekerasan seksual ini bisa sampai jangka panjang hingga permanen dan mempengaruhi masa depan perempuan khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa,” katanya.
Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat dan generasi muda untuk bergerak bersama dengan Kemendikbudristek untuk menciptakan ruang aman bersama di kampus dalam rangka mewujudkan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala Pusat Penguatan Karakter Hendarman mengatakan bahwa Nobar Virtual dan Webinar Puncak Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan diselenggarakan dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kesadaran hukum dan hak asasi manusia.
“Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia, sehingga diperlukan gerak bersama oleh semua lapisan masyarakat untuk mengakhiri kekerasan seksual di semua jenjang pendidikan,” ujarnya.
Hendarman mengatakan, berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020, kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan dan 27 persen dari aduan terjadi di universitas.
“Pada tahun 2015 sekitar 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual terjadi di kampus dan 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus kekerasan seksual ke pihak kampus,” katanya.
Support System
Kegiatan “Nobar Virtual dan Webinar” pada Puncak Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan diisi dengan pemutaran film pendek berjudul “Demi Nama Baik Kampus”. Film tentang kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi ini diproduksi oleh Puspeka.
Sedangkan webinar dipandu oleh Joce Timothy dan Nabila Ishma. Webinar membahas isu kekerasan seksual di kampus bersama tiga narasumber, yaitu Ida Ayu Sutomo (Psikolog), Ni Loh Gusti Madewanti (Pendamping Penyintas dan Konselor Sebaya berbasis perspektif korban di Perempuan berkisah), dan Khaerul Umam Noer (Dosen Magister Ilmu Administrasi Fisipol Universitas Muhammadiyah Jakarta).
Ida Ayu Sutomo mengatakan, pada kasus kekerasan seksual, yang dibutuhkan oleh korban adalah lingkungan yang mendukung (support system) untuk menguatkan korban.
“Seperti yang digambarkan pada film pendek ini, sehingga kasus dapat ditangani dan berakhir baik. Karena dampak kekerasan jangka pendek dan jangka panjang, bisa memunculkan rasa takut hingga tindakan bunuh diri,” ujarnya.
Ni Loh Gusti Madewanti mengatakan, jika terjadi kekerasan seksual terhadap seseorang yang dekat dengan kita, maka yang harus kita lakukan adalah menghindari semakin bertambahnya kerentanan korban, dengan tidak memviralkan atau memposting atau membagikan kasus tanpa mempertimbangkan risiko apa yang dialami kembali oleh korban.
Pendamping, lanjut Madewanti, sebaiknya menanyakan mengenai kebutuhan korban dan memosisikan diri bahwa ia selalu ada untuk korban sehingga korban tidak perlu merasa khawatir. Pendamping juga bisa membangkitkan semangat korban dengan menegaskan bahwa korban tidak salah.
“Kekerasan seksual tidak akan terjadi kalau tidak ada pelaku kekerasan. Jadi yang harus disalahkan itu adalah pelaku, bukan korban,” tegasnya.
Khaerul Umam Noer mengatakan salah satu upaya pencegahan kekerasan seksual adalah dengan mengajarkan anak berkata 'tidak' sedini mungkin.
“Sehingga jika dosen mengajak ke suatu tempat yang tidak umum dilakukan, mahasiswa berani menolak. Pun jika terpaksa, sebaiknya tidak datang sendiri,” ujarnya.
Dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, disebutkan bahwa semua kegiatan akademik di luar jam kerja, di luar jam kantor, atau jam kuliah harus sepengetahuan Kepala Program Studi (Kaprodi).
“Itu menjadi salah satu langkah antisipasi terjadinya tindak kekerasan yang tidak diinginkan,” katanya.
Pada Puncak Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan juga peringatan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional ini diumumkan pemenang dari Lomba Vlog Aksi Nyata.
Pemenang pertama adalah UMN Channel yang berasal dari Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah, Sumatra Utara. Pemenang kedua adalah Tim Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, yang terdiri dari Meilanie Geofanni Lumingkewas, Sadam Fajri Muharram dan Narendra Lintang Samudera. Pemenang ketiga adalah Silvi Ananda Putri Devi, Universitas PGRI Yogyakarta.